Ungu Sentil Label Musik, Kok Bungkam Soal Royalti Di Indonesia?
Ungu Sentil Label Musik, Kok Bungkam Soal Royalti Di Indonesia? Masalah ini dinilai masih menyimpan banyak kerumitan dan belum menemukan titik terang yang adil bagi seluruh pelaku industri, terutama antara pencipta lagu dan para musisi yang membawakan karya tersebut.
Salah satu figur publik yang turut angkat bicara mengenai polemik ini adalah Sigit Purnomo Said atau yang lebih dikenal dengan nama Pasha, vokalis band Ungu sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Melalui akun media sosial pribadinya, Pasha menyampaikan keprihatinannya terhadap belum tuntasnya permasalahan royalti performing rights atau hak pertunjukan yang berdampak langsung terhadap hubungan profesional antara pencipta lagu dan penyanyi.
Ungu Sentil Label Musik, Kok Bungkam
Dalam unggahan yang dikutip pada Selasa, 10 Juni 2025, Pasha menegaskan bahwa konflik berkepanjangan ini salah satunya disebabkan oleh sikap pasif dari pihak label rekaman. Ia menyebut bahwa label yang seharusnya bertindak sebagai mediator antara pencipta lagu dan penyanyi, justru cenderung diam dan enggan terlibat dalam penyelesaian permasalahan yang ada.
“Kontrak dan kesepakatan terkait penggunaan lagu itu sejatinya dijalin antara pencipta lagu dan label rekaman, bukan secara langsung dengan penyanyi atau band yang membawakannya,” ungkap Pasha dalam unggahan di Instagram miliknya.
Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa ketidakterlibatan pihak label dalam komunikasi yang intens antara pencipta dan penyanyi telah memicu kesalahpahaman serta ketidakjelasan mekanisme pembagian hak cipta dan royalti pertunjukan.
Akibatnya, para penyanyi atau grup musik yang membawakan lagu ciptaan orang lain kerap kali tidak menyadari bahwa mereka harus mengantongi izin terlebih dahulu dari pencipta karya tersebut.
Pasha mendorong agar seluruh pemangku kepentingan dalam industri musik, baik dari pihak label, pencipta lagu, musisi, penyelenggara acara, hingga pemerintah, dapat duduk bersama dalam satu forum dialog terbuka. Forum ini diharapkan menjadi wadah untuk mendiskusikan permasalahan yang selama ini menjadi sumber konflik, sekaligus merumuskan solusi yang konkret dan berkeadilan.
“Sudah saatnya seluruh pelaku industri musik menyatukan suara, duduk bersama dalam satu meja, dan membahas permasalahan ini secara menyeluruh. Setelah itu, perlu disepakati mekanisme yang adil dengan pemberlakuan batas waktu yang jelas,” terang Pasha.
Soal Royalti Di Indonesia
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar mulai tanggal 1 Juli 2025, setiap individu atau kelompok vokal yang membawakan lagu milik pihak lain, wajib memperoleh izin resmi dari pencipta lagu.
Izin tersebut bisa diajukan secara langsung oleh penyanyi, melalui pihak manajemen, atau penyelenggara acara (event organizer). Ketentuan ini, menurut Pasha, perlu diperkuat dengan sanksi hukum yang tegas, baik berupa sanksi pidana maupun perdata apabila dilanggar.
“Dengan adanya batas waktu implementasi dan ketentuan hukum yang jelas, maka setiap pihak akan memahami hak dan kewajibannya. Tidak akan ada lagi kebingungan maupun pelanggaran atas hak cipta,” tambahnya.
Pasha juga menyoroti minimnya sosialisasi terhadap ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Menurutnya, salah satu penyebab utama terjadinya kekacauan adalah kurangnya pemahaman para pelaku industri terhadap isi dan penerapan undang-undang tersebut.
“Seandainya sejak awal para musisi memahami bahwa untuk membawakan lagu orang lain dibutuhkan izin, tentu kerumitan seperti ini bisa dihindari. Sayangnya, tidak semua penyanyi mendapatkan pemahaman tersebut,” tulisnya lagi.
Ia menekankan bahwa hubungan antara pencipta lagu dan penyanyi sebenarnya bersifat saling membutuhkan. Tidak ada lagu yang dikenal luas tanpa dibawakan oleh penyanyi yang tepat, begitu pula sebaliknya, tidak ada penyanyi yang dapat menjadi populer tanpa lagu yang berkualitas dan sesuai dengan karakter vokalnya.
Baca Juga : Lirik Lagu Supernatural Ariana Grande Yang Kembali Viral Di 2025
“Pencipta lagu yang tidak memiliki kemampuan menyanyi belum tentu bisa membuat karya tersebut dikenal masyarakat, kecuali dibawakan oleh penyanyi yang tepat. Sebaliknya, penyanyi tidak akan mencapai puncak popularitas tanpa membawakan lagu-lagu yang kuat dan bermakna,” ujar Pasha.
Melalui pernyataan ini, Pasha berharap agar industri musik Indonesia semakin profesional dalam mengelola aspek hukum terkait hak cipta dan hak pertunjukan. Ia juga mengajak semua pihak untuk lebih menghargai proses kreatif pencipta lagu dan menjunjung tinggi etika dalam menggunakan karya intelektual milik orang lain.
“Sudah waktunya kita membangun ekosistem musik yang sehat dan saling menghargai. Jangan sampai karena kelalaian kita dalam menghormati hak cipta, industri ini menjadi tempat yang penuh dengan konflik dan saling curiga,” pungkasnya.
Dengan keterlibatan langsung dari para pelaku industri dan dukungan dari regulasi yang lebih ketat, diharapkan masalah royalti di Tanah Air bisa segera dituntaskan.
Pasha menutup pernyataannya dengan optimisme bahwa masa depan industri musik Indonesia akan lebih transparan, berkeadilan, dan mendukung semua pihak yang berkontribusi di dalamnya.